Selasa, 06 Mei 2014

Yaudah Yuk

Iya gue tahu, harusnya gue sekarang baca slides epidem buat UAS, tapi lagi butuh refreshing dari segala kepusingan ini, sebentar aja ☺

Apa sih masalah mahasiswa? Mungkin ga akan jauh dari ini; gabisa mengikuti pelajaran, merasa salah jurusan, IP turun, gabisa bagi waktu antara belajar dan organisasi, gabisa menghilangkan rasa malas, galau harus jadi BP di himpunan atau unit, galau belum dapat pacar, dicuekin sama kecengan, digalakkin sama senior, kesal sama anggota yang ga kooperatif, orang tua dianggap ga mengerti anaknya yang aktivis, dsb seputar itu.
Pernah dengar kalimat ini?

“Respon kita terhadap masalah menentukan kualitas hidup kita”

Baru saja tmn gue mengingatkan ini ketika makan siang tadi. Mungkin yang dia maksud bukan ini, tapi kata-kata dia mengingatkan gue akan kalimat di atas.
Well, pembaca sudah tahu kan arah tulisan ini akan kemana?

Tulisan ini bukan untuk menggurui teman-teman sekalian, ini pelajaran untuk gue sendiri. Pelajaran bagaimana kita merespon suatu masalah. Gue sendiri ga peduli ketika gue menganggap sesuatu sebagai masalah tetapi teman gue tidak menganggapnya demikian ataupun sebaliknya. Terserah. Menurut gue yang terpenting adalah bagaimana meresponnya.

Mungkin buat gue sakit punggung sedikit saja adalah masalah, rasanya ingin langsung pergi ke dokter, khawatir, kasarnya, “gimana kalau ternyata sakit ini nyambung ke saraf x,y,z,a,dbsk,ska, terus gue mati?” walaupun kalimat kutip tersebut ga gue ucapkan, tapi perasaan mungkin berkata demikian. Sebagian orang akan berpikir gue berlebihan.

Mungkin buat gue “slides kuliah yang masih ada 5 bab lagi dan belum dibaca sedangkan besok UAS” menjadi beban tidak henti-hentinya. Gue mengeluh, teriak guling-guling di atas kasur, langsung sms mamah “Maaf ya mah kalau IP aku turun”. Sebagian orang akan berpikir gue berlebihan.

Mungkin buat sebagian orang, ga punya pacar adalah bencana yang menancap hati, menusuk pikiran, dan menghantam beban di badan. Mereka tak henti-hentinya ikut segala kegiatan dengan dalih mencari pengalaman, padahal niat utama mencari jodoh. Mengeluh dan mengkode di berbagai medsos “HP sepi…”

Begitulah. Setiap orang punya berbagai pilihan respon ketika ia mencap sesuatu menjadi masalah. Diam dan menangis, mengeluh, bercerita, menyelesaikan, dan/atau berdoa.
Lantas memang bagaimana seharusnya merespon? Bukankah mengeluh dan menangis adalah obat mujarab menghilangkan depresi?

Okay. Gue bukan psikolog, tapi gue punya pandangan bahwa mengeluh (dan bercerita) dan menangis memang obat mujarab ketika kita sedang depresi menghadapi masalah. Namun kebanyakan dari kita ya mengeluh tiada akhir, tanya saja pada diri sendiri apakah kualitas hidup kita akan bagus ketika kita banyak mengeluh?
Kita lupa sesuatu. Bandingkan seberapa sering kita menceritakan masalah kita ke teman dengan ke Tuhan? Jangan bilang kita sudah curhat ke Allah kalau hanya ucapan istigfar di mulut. Jangan bilang kita sudah meminta petunjuk Allah kalau kita hanya berdoa setelah shalat magrib. Jangan bilang kita sudah mencoba mencari ketenangan kalau kita hanya membaca 1 lembar Al-Qur’an. Bandingkan berapa jam yang kita habiskan untuk menceritakan masalah kita kepada teman?

Buat saja pie diagram. Bagi pie tersebut dengan semua kegiatan kita setiap harinya. Lalu lihatlah pie ‘ibadah’.
Jangan protes kalau selama ini segala sesuatu di mata kita adalah masalah. Lantas kembali mengeluh, kapan selesainya?

Okay. Gue bukan psikolog, tapi gue punya pandangan bahwa mengeluh (dan bercerita) dan menangis memang obat mujarab ketika kita sedang depresi menghadapi masalah. Yang biasanya bercerita kepada teman selama satu jam, karena masalah banyak, cerita pun menjadi berhari-hari. Setiap habis bercerita pun merasa tenang, tapi masalah itu muncul lagi karena tidak pernah diselesaikan, lantas cerita lagi.
Yang biasanya shalat 5 waktu dan berdoa setiap kalinya, kenapa tidak pernah ditingkatkan dengan melaksanakan sunnah rutin?

“Mengerjakan amalan-amalan sunnah secara rutin, walau amalannya sedikit, itu lebih baik dan terasa pengaruh perubahannya di hati daripada amalannya banyak tetapi tidak rutin”

Tuhanlah yang memberikan segala ketenangan dan kebijakan bagi kita dalam menghadapi suatu masalah yang akan berakhir pada penyelesaian yang luar biasa. Itulah respon yang InsyaAllah akan menentukan kualitas hidup kita menuju ke arah yang lebih baik.

Apa sih masalah mahasiswa? Mungkin ga akan jauh dari ini; gabisa mengikuti pelajaran, merasa salah jurusan, IP turun, gabisa bagi waktu antara belajar dan organisasi, gabisa menghilangkan rasa malas, galau harus jadi BP di himpunan atau unit, galau belum dapat pacar, dicuekin sama kecengan, digalakkin sama senior, kesal sama anggota yang ga kooperatif, orang tua dianggap ga mengerti anaknya yang aktivis, dsb seputar itu.

Yaudah yuk cerita sama Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar