Sabtu, 31 Mei 2014
Legal tapi Lethal (World No Tobacco Day, 31 Mei 2014)
“Rata-rata setiap orang sudah tahu bahaya rokok, tapi tetap tidak mau berhenti; jadi sebenarnya di titik mana kita (khususnya sebagai mahasiswa kesehatan-red) harus bertindak?”
Sebuah pertanyaan dari kakak seniorku pada saat mengikuti Talkshow Forum Tobacco Control ISMAFARSI di UI pagi tadi. Yup, jadi sebenarnya kita harus apa untuk menekan angka perokok di Indonesia, sedangkan hampir setiap orang sejatinya mengetahui bahaya rokok?
Sejarah rokok diawali oleh suku Indian di Amerika yang mempergunakan rokok sebagai spek ritual. Kemudian berkembanglah sampai sekarang, sebagai yang katanya ‘penghilang stres’. Jika bermain angka, layaknya barang mainstream yang bukan bagian dari monopoli pasar, angka yang menunjukkan kematian akibat merokok sudah seperti barang yang disusun rapi dalam terpal penjual kaki lima. Banyak dan mudah ditemukan; apalagi zaman sekarang kita mengenal teknologi internet. 70% pria di Indonesia adalah perokok; dari totalnya yang mencapai 62.800.000, 70%nya mulai merokok sejak 19 tahun dan 12% sejak sekolah dasar. Jumlah perokok tiap tahun pun meningkat. +- 4,9 juta meninggal pada tahun 2000 dengan 50%nya adalah warga Negara berkembang, angka itu terus melonjak linear.
Lalu kenapa?
Ayo sama-sama kita review bahaya rokok yang kemungkinan besar teman-teman sudah tahu. Rokok mengandung 4000 senyawa kimia dengan 200 di antaranya beracun dan 43 lainnya adalah pemicu kanker; hampir tidak ada senyawa kimia yang bermanfaat di dalamnya; terdiri dari nikotin yang menyebabkan efek ketagihan –dan pengurangan nikotin tidak memengaruhi bahaya rokok-, tar yang dapat menempel di paru-paru dan menyebabkan kanker, serta CO yang mengurangi pengikatan O2 dalam darah.
Jika kita melihat sekeliling, yaitu keluarga dan teman, mungkin kelihatannya tidak terlihat bahwa rokok adalah barang berbahaya. Gue ga pernah liat temen atau keluarga gue meninggal karena merokok. Okay, mungkin belum. Karena pada kenyataannya, angka penelitian telah berbicara. Ya, penelitian menunjukkan bahwa rokok menyumbang angka kematian terbesar di dunia.
Lantas kenapa pemerintah diam?
Satu lagi hal yang mungkin sering teman dengar, yaitu permainan politik oleh industri rokok. Apa benar ada? Menurut pembicara talkshow FTC yang merupakan advokat regulasi rokok, dan seorang ibu berasal dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, ya memang ada permainan politik di dalamnya. Presiden SBY pun ternyata lebih memilih untuk menengokkan kepalanya kepada RUU Tembakau yang cenderung ramah terhadap industri rokok ketimbang menandatangani FCTC sebagai kontrol globalisai epidemi. Bisa jadi musim pilpres seperti ini pun secara tidak langsung akan memaksa Indonesia memalingkan mukanya barang sejenak dari FCTC ini, oh bahkan mungkin dalam waktu yang lama.
FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum WHO, berisi seluruh negara anggota PBB. FCTC berbasis data ilmiah yang menegaskan kembali hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal-pasal dalam FCTC pun menegaskan pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap produk tembakau sehingga fokusnya adalah mencegah orang merokok ketimbang mengobati kecanduan. Hal yang diregulasi dalam FCTC adalah supply reduction seperti penanganan penyelundupan tembakau serta demand reduction seperti peningkatan harga dan cukai tembakau, pelarangan iklan, dll. Sayangnya, negeri tercinta kita ini adalah satu Negara dari +-10 yang belum menandatangani FCTC. Siapa orang dibalik layar yang menyusun skenario nyata ini? Industri rokok.
Sumber kekayaan utama Indonesia bukan tembakau melainkan minyak bumi dan sebangsanya. Jadi, jangan pernah berdalih bahwa dengan merokok kita akan menolong Negara. Negeri ini sedang diinvasi oleh industri rokok yang berorientasi bisnis semata.
Kabar baik, pemerintah pusat telah mewajibkan pengadaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di setiap daerah. Namun otonomi yang dimiliki setiap daerah membatasi kewenangan pemerintah pusat untuk memaksa. Coba tengok daerah masing-masing, apakah sudah ada KTR? Tujuan KTR utamanya adalah melindungi perokok pasif sebagai secondhand smoke kill. Walaupun tidak dinilai dapat mengurangi perokok aktif, ini merupakan suatu progress dalam rangka melindungi hak orang banyak. Harapannya akan ada kebijakan lain dari pemerintah yang dapat secara signifikan mengurangi penggunaan rokok.
“Rata-rata setiap orang sudah tahu bahaya rokok, tapi tetap tidak mau berhenti; jadi sebenarnya di titik mana kita (khususnya sebagai mahasiswa kesehatan-red) harus bertindak?”
Pertama, mahasiswa harus mengubah mindset dan pandangannya tentang rokok dengan cara memperkuat data, jangan percaya dengan mitos-mitos yang berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh dari merokok. Sekali lagi, data ini bukan lagi barang susah untuk didapat.
Kedua, jangan mau menerima beasiswa dari perusahaan rokok. Penerima beasiswa secara tidak langsung merupakan kader untuk menjadi agen dalam mempromosikan rokok. Mungkin kampusku sudah waktunya mengikuti jejak kampus sebelah untuk melarang kehadiran beasiswa perusahaan rokok.
Ketiga, penyuluhan bahaya rokok. Mungkin metode ini tidak lagi sesuai melihat bahwa sudah banyak orang mengetahui bahaya rokok, namun tidak semua mengetahui angka maka suguhi mereka dengan angka-angka sebagai salah satu usaha membuat mereka tercengang dan menjadikannya pertimbangan untuk berhenti merokok. Metode lain dapat pula menukar rokok dengan barang-barang seperti permen, susu, atau makanan lain sambil menyuluh. Metode visualisasi lewat video seperti video Thailand yang cukup terkenal itu pun bisa dicontoh, bahkan metode yang ditawarkan dalam video dapat menjadi masukan.
Keempat, bujuk orang-orang terdekat yang menyayangi kita untuk berhenti merokok, insyaAllah seseorang akan membuka porsi pertimbangan lebih besar untuk orang yang disayangnya.
Selanjutnya harapan lain,
Kelima, jika industri rokok menggunakan pergeseran strategi marketing dengan menampilkan orang-orang kekar dan tangguh di setiap iklan rokok sehingga berhasil memainkan psikologi manusia, diharapkan pemerintah dapat membuat iklan yang menampilkan bahaya rokok sebagai bentuk perlawanan.
Keenam, diharapkan adanya penelitian yang mengembangkan rokok elektronik dan sejenisnya yang dapat mengurangi efek bahaya rokok.
Ketujuh, besar harapan untukmu Indonesiaku agar menandatangani FCTC.
Kedelapan, siapapun kelak di antara kita yang akan mendudukan kursi-kursi pembuat kebijakan, pikirkanlah bahwa kesehatan bangsa ini merupakan faktor penting kesejahteraan dan keadilan umat manusia.
Halo sahabat kampusku khususnya, sedih setiap kali melihat kalian meneriakkan idealisme dan berbicara kemajuan dan kesejahteraan negara tapi kesehatan diri sendiri dan orang lain tidak diperhatikan, padahal kesehatan adalah faktor yang memengaruhi kesejahteraan negeri. Merokok bukan hak asasi manusia ketika hak asasi manusia adalah mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya dan mendapat lingkungan dengan udara bersih. Please stop saying that smoking is a right! IT IS NOT.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar