Sabtu, 04 Juli 2015

Thank you, dear!

Betapa luar biasanya berada di sekeliling orang-orang seperti kalian. Bukan cerita-cerita yang mengalir dari mulut sang ratu lebah yang ingin dihormati, bukan pula mimpi yang terajut rapi dari sang pangeran yang hanya berniat mencari sang kekasih, I can feel your sincerity. Ah…apalah semua hari-hari ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun yang sudah para tetua lewati, apalah semua benih-benih yang hendak tumbuh ini jika dibandingkan dengan kecambah yang para pengabdi negeri ini miliki, entah…yang kudapat ini mungkin belum seberapa jika dibandingkan dengan asam garam kehidupan para pekerja buruh, para pegawai swasta, pemiliki perusahaan, para professional, guru, orang tua dan kakek nenek kita, mungkin belum seberapa. But I can feel it, how a drop of ink can spread fast on certain papers.

Saya ingat ketika saya menghadiri sebuah seminar motivasi ketika saya SMP, sang motivator berkata “hidup di SMA itu tidak akan pernah terlupakan, sepakat?” peserta yang kebanyakan adalah anak SMA berseru ‘sepakat!’ kemudian menyimpulkan senyum malu-malu, entah mungkin mereka teringat kerja kerasnya belajar mengejar nilai, cerita persahabatan kepompongnya, atau teringat kisah asmara bodoh yang buat merah pipi pemiliknya. Saya kala itu tidak tersenyum, melainkan fokus memperhatikan kakak saya yang tersenyum dengan mata berbinar-binar. Alis saya terangkat.
Namun kemudian sang motivator tersenyum lebar seraya berkata “hmm…tunggu saja sampai kalian nanti kuliah” Alis saya semakin terangkat.

Si polos Risni menghabiskan masa SMPnya dengan mendengarkan cerita-cerita sang kakak. Ya, saya adalah salah satu penggemar berat kakak saya, walaupun saya yakin beliau tidak tahu sampai sekarang. Kisahnya selalu membuat saya tak sabar masuk SMA, betapa seru…dan anehnya…. cerita-cerita beliau. Cerita ketika beliau bertengkar dengan sahabat baiknya, cerita ketika bersama-sama main mendaki gunung, kisah teman-temannya yang selalu membicarakan soal pernikahan, nasihatnya tentang pakaian baik seorang wanita, permintaannya padaku agar ikut mentoring ketika nanti SMA, keberaniannya dan menurutku dulu…keanehan dia dan teman-temannya yang berani turun ke jalan, berdemo dengan membawa spanduk dan memakai ikat kepala, berorasi di depan gedung DPR serta kebingungan dan tawa saya yang muncrat keluar karena selalu mendengar takbir dikumandangkan dengan lantang setiap kali saya diajak acara keagamaan olehnya. Cerita kakaklah yang menjadi sebuah scene di SMA yang saya bayangkan…

Ternyata, masa SMAku berbeda dengannya. Si polos Risni tak mengalami apa yang dialami kakaknya. Ketika itu saya berpikir, zaman mungkin berubah? Haha. Saya pun kemudian hanya mengikuti alur air yang entah saat itu saya tidak tahu akan bawa saya kemana. Yang pasti, saya dahulu selalu mempertanyakan “mana kisah-kisah yang diceritakan oleh kakak? Di mana?” Dari sini lah saya belajar bahwa memang, ekspektansi bisa menjadi moodbreaker sepanjang masa. Now if you didnt get what you want, are you gonna give up?

Kakak saya tidak lagi bercerita banyak tentang masa kuliahnya ketika saya SMA, mungkin karena jarak yang memaksa kami untuk jarang bertemu dan berkomunikasi. Tapi beliau dan teman-temannya tetap menjadi cerminan scene masa depan yang saya bayangkan. Ah…jadi, kalimat “kakak adalah contoh bagi adiknya” itu benar adanya, setidaknya, saya mengamini hal itu.

Ternyata, begini ya hidup di masa perkuliahan? Saya sedikit banyak mengalami apa yang kakak saya alami, namun dengan cara dan jalur yang cukup jauh berbeda. Kalau saya ingat ketika saya menghadiri seminar motivasi dulu, saya sepertinya mengerti senyuman lebar pembicara yang berucap “tunggu ketika kalian nanti kuliah” haha kok lucu. Well…

Duh, saya sebenarnya mau nulis apa sih :’)

Entah…akhir-akhir ini, grateful feels like tighten me in every second of life. Betapa, tidak selamanya ekspektasi membunuh keinginan kita untuk berjalan bahkan berlari. Betapa masih banyak orang yang peduli dengan kita dan tak pernah lelah membantu memperbaiki diri kita, bukan semata untuk mengejar apa yang kita inginkan, namun apa yang terbaik untuk kita. Entah sudah berapa hal yang terjadi, sudah berapa orang yang menegur, sudah berapa orang yang memukul pundak, sudah berapa kejadian yang membuat saya berpikir bahwa life is too beautiful. Pembelajaran-pembelajaran yang saya sadar tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang orang lain sudah dapatkan ternyata di mata saya sangat berharga, yes I learn how to feel normative words.

Mendengar memang terkadang lebih indah daripada mengucapkannya, mengamati ternyata bisa lebih nikmat daripada melakukannya. I do learn a lot from you guys. Orang-orang yang berada di sekeliling saya, terima kasih telah memunculkan scene yang pernah kakak saya alami haha, terima kasih telah menjadi kalian yang membenci saya, mencintai saya, menghormati, mengucilkan, mengagumi, mengkhianati dan lain sebagainya. Apalah saya berkata seperti ini, sudah seperti orang tua yang merasakan asam garam kehidupan setumpuk puluhan meter dan mencoba mengambil gula di tengah garam. Ini hanya rasa syukur yang ingin saya bagi dan pesan untuk selalu berhati-hati, bahwa hidup kita yang masih muda ini…masih panjang ya…entah akan ada pelajaran-pelajaran apa lagi yang mungkin akan membuat kita makin membuka mata dan pikiran yang kemudian akan menjadi pedang bermata dua. Are we going to be able to deal with it atau justru kejadian di depan akan mengubah kita kepada hal yang tidak baik. Haha seperti saya yang labil, sampai teman-teman tarik ulur untuk mencoba memperbaiki diri ini yang serba kekurangan. Pelajaran-pelajaran yang terkadang buat bingung untuk bersikap memaksa saya untuk selalu sadar kalimat If youre confused what people want you to do, just do what God wants you to do. Terima kasih kalian yang selalu memberi tausiyah, yang selalu mengingatkan, yang selalu tahu kapan saya turun, kemudian mencoba mengajak saya bertemu tatap muka untuk menegur langsung kesalahan yang telah saya perbuat, yang selalu bersusah payah mengajak saya bertemu hanya untuk bilang “jangan lupa hafalannya, jangan lupa amalannya”, bukan…itu bukan hanya…itu kata mutiara yang begitu luar biasa. Terima kasih :’) *efek tak terasa sudah tingkat empat ya, jen?*

Terima kasih telah membantu saya mengejar ekpektasi. Terima kasih telah mengingatkan saya untuk selalu menjadi lebih baik dari hari ke hari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar