Sabtu, 04 Oktober 2014

Negeri Kecilku Menginjak Usia 14 Tahun

Hari ulang tahun identik dengan hari bahagia. Hari di mana banyak orang mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan selama usianya. Hari bersyukur di mana ia masih diberikan kesempatan untuk hidup. Hari ulang tahun pun menjadi hari bercermin dan hari peringatan bahwa tidak ada yang tahu kapan seorang manusia akan dijemput; cermin untuk melihat sudah berapa banyak yang manusia lakukan untuk bekalnya melewati jembatan tipis rambut terbelah tujuh.

Lantas apakah sama halnya dengan usia sebuah benda mati, samakah halnya dengan sebongkah tanah yang diletakkan Tuhan di atas lautan? Apa yang harus disyukuri dan apa yang harus disiapkan?

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Layaknya seorang remaja, ia sudah tak tertatih berjalan. Ia tak lagi menjadi momongan kakek-nenek dan buyut-buyutnya. Ia akan lebih sering menerima teriakan orang di sekitarnya karena tuntutan-tuntutan yang semakin tinggi. Ia menjadi harapan Negara dan dunia.

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Aku teringat 14 tahun silam ketika ia bercerai dengan Jawa Barat. Siapkah Ia berdiri dengan kaki sendiri? Pikirku. Namun kini ia berdiri, 14 tahun, telah melewati berbagai labirin dengan kelokan yang rumit. Akankah ia bertahan?

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Teringat akan betapa takutnya aku setiap tanggal pemilihan tiba. Betapa besarnya harapanku pada penerus tahta negeri kecilku. Sampai akhirnya aku tak kuasa menahan perih melihat Ibunda negeri ini diseret ke jeruji besi. Hanya doa yang lantas aku bisa berikan.

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Tanah kosong dan sawah hijau yang terbentang perlahan tergantikan dengan bangunan megah nan elok. Aku, pribuminya yang kemudian menghaburkan uang untuk pemegang saham yang tak setitik pun darah berasal dari tanah ini. Tak apa. Hanya saja, tidakkah aku menengok saudara-saudaraku di ujung negeri kecilku? Hanya untuk membelikan mereka sepasang alas kaki.

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Suatu hari, ia menemuiku. Ia bilang ia senang dan bersyukur. Banyak komunitas-komunitas pemuda yang peduli akan tanah kelahirannya. Bangun ini dan itu. Memberikan ini dan itu. Namun itu belum cukup. Ia bukan sekotak korek api yang dapat dibenahi hanya dengan membuka kotaknya dan menjetikkan jari untuk merapihkan batang-batangnya. Ia lebih dari sekotak mainan anak yang bisa dibersihkan kapan saja tanpa takut berjamur. Ia sebuah rumah yang sangat besar dan kompleks; butuh banyak pemuda yang mampu memperbaiki pondasi kirinya yang hampir roboh; butuh banyak pemuda yang mampu menancapkan tiang-tiang baru untuk memperkokohnya; butuh banyak pemuda yang mampu merenovasi bangunannya agar terlihat indah. Di mana pemuda-pemuda itu?

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Ia bukan makhluk hidup yang bisa menyimpulkan senyum atau meneteskan air mata ketika sedih, mengibaskan ekor meminta perhatian layaknya seekor cendrawasih, atau berteriak ketika disakiti atau bahkan menengadahkan tangan berdoa dan bersyukur atas apa yang dilewatinya. Apa yang berdiri di tanah negeri ini, bangunan dan penduduknya, sekolah dan anak muridnya, pasar dan pedagangnya; mereka telah banyak bercerita lewat ekspresi sedu sedan dan tawa sumringah sejak negeri ini berdiri. Adakah aku yang peka membaca ekspresi itu? Bahkan berceritapun sering tak kudengarkan.

Apalah arti lebah yang mencari madu di timur dan kembali ke sarangnya di barat? Untuk apalah anak seekor penyu tertatik-tatih kembali ke ibunya di darat setelah dilepas ke lautan yang dalam? Ibu yang telah merawat dan membesarkan anaknya pasti ingin anaknya kembali, jikapun Ibu rela melepas, pantaskah seorang anak tak sedikitpun menengok dan memberi sapa?

Hari ulang tahun identik dengan hari bahagia. Hari di mana banyak orang mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan selama usianya. Hari bersyukur di mana ia masih diberikan kesempatan untuk hidup. Hari ulang tahun pun menjadi hari bercermin dan hari peringatan bahwa tidak ada yang tahu kapan seorang manusia akan dijemput; cermin untuk melihat sudah berapa banyak yang manusia lakukan untuk bekalnya melewati jembatan tipis rambut terbelah tujuh.

Negeri kecilku kini menginjak usia 14. Seonggok tanah di atas lautan ini tak bisa berdiri di depan cermin. Ia tidak punya tangan dan kaki untuk memperbaiki dirinya sendiri. Tapi dikala ia tak bisa melakukannya, seonggok tanah ini tetap percaya. Ketika usianya bertambah, aku-aku di dalamnya lah yang akan berjalan mencari cermin, berkaca dan bertanya, sudah berapa banyak yang aku lakukan untuk negeri kecilku? ***rsn

Selamat ulang tahun ke 14 untuk Provinsi Banten. Semoga anak-anakmu membuatmu maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar