Selasa, 06 Agustus 2013

Peran Pemuda Sebagai Perintis Budaya Positif


Tumbuhan yang tumbuh di zaman purba menjadi salah satu makhluk hidup yang mempelopori pertumbuhan tumbuhan lainnya. Kosong dan tidak berpenghuni menjadi karakteristik utama keadaan suatu tempat yang mendukung keberlangsungan tumbuhan purba ini untuk menjadi vegetasi perintis. Memulai sendiri untuk selanjutnya menciptakan kehidupan yang bermanfaat untuk makhluk lain di sekitarnya adalah suatu hal yang sangat bernilai. Sungguh, suatu hal yang bernilai akan membawa dampak baik ke depannya. Contohnya adalah lumut yang memberikan kehidupan bagi tumbuhan lain sehingga tumbuhan lain tersebut dapat merasakan nikmatnya ‘lahir’ ke dunia, selain itu manfaat yang dapat dirasakan oleh makhluk hidup lainnya adalah sebuah rantai makanan kehidupan untuk mencukupi kebutuhan masing-masing. Hal yang sama berlaku untuk para pemuda. Titel pemuda secara general mengarah kepada eksistensinya di masyarakat sebagai seorang yang tidak ditunggangi oleh kepentingan apapun, termasuk kepentingan politik. Maka dari itu, sangat besar ruang gerak pemuda untuk melakukan perubahan. Pemuda juga merupakan bibit generasi mendatang yang kelak akan menggantikan kursi-kursi pemilik kekuasaan di berbagai tempat; kelak merekalah pembuat regulasi Negara dan penanggungjawab kesejahteraan bangsa. Salah satu peran pemuda adalah secara mandiri menjadi perintis budaya positif. Layaknya kelahiran tanaman yang memulai kelahiran tanaman lainnya, seorang perintis adalah seorang yang bisa memulai (inisiasi) dengan mandiri suatu bentuk budaya atau kegiatan lainnya sehingga kelak akan mempelopori (inisiatif) orang-orang disekitarnya untuk bertindak positif. Dengan berbagai tindakan positif yang dapat saja menindih budaya negatif di bawahnya atau menciptakan budaya baru ditengah budaya-budaya lain, kemandirian bangsa bukanlah suatu mimpi belaka untuk diraih. Kemandirian bangsa yang dimaksud adalah suatu keadaan bangsa yang tidak bergantung pada bangsa lain dalam mencapai tujuan bangsa dan negaranya. Dengan karakteristik bangsa yang berinisiatif dan berani menginisiasi suatu gerakan atau budaya secara mandiri, kemandirian bangsa akan muncul ke permukaan. Peran pemuda sebagai perintis budaya positif dapat dilakukan dengan cara-cara, yaitu menanamkan nilai berdasarkan prinsip manfaat dan kebiasaan, mengedepankan identitas dan prinsip, dan mengkaji aplikasi budaya dari luar.

Penanaman Nilai Berdasarkan Prinsip Manfaat dan Kebiasaan
Sudah menjadi suatu kebutuhan manusia itu sendiri bahwa mereka terlahir untuk dapat bersosialisasi dan bermanfaat bagi orang lain. Mendapatkan manfaat menjadi poin penting tujuan seseorang melakukan suatu kegiatan; tanpa manfaat, hanya sedikit orang yang mau mengejar cita-citanya. Lihat saja Ir. BJ Habibie yang dengan ketekunannnya berhasil membuat rancangan pesawat produk dalam negeri, semata-semata beliau membuatnya untuk kepentingan masyarakat umum. Dalam artian, cita-cita beliau untuk membuat pesawat terbang karena dorongan pada diri bahwa kelak pesawat tersebut akan bermanfaat sebagai alat transportasi. Disinilah peran pemuda untuk menularkan nilai-nilai berdasarkan prinsip manfaat. Pemuda diharapkan mampu menyebarkan manfaat-manfaat dari sebuah nilai, tidak disimpan sendiri. Tentulah mereka memerlukan media penyebaran. Komunitas-komunitas yang terbentuk secara mandiri atas inisiatif anggotanya secara umum bergerak untuk tujuan tertentu demi kesejahteraan sasaran tujuan. Pemuda dapat menggunakan komunitas-komunitas itu sebagai media penyebaran nilai dan manfaatnya agar sasaran tujuan mendapatkan manfaat yang tepat. Penanaman nilai yang dimaksud di sini bukan saja hal-hal kompleks, melainkan hal sederhana yang terkadang banyak dilupakan orang-orang, seperti kedisiplinan, produktivitas, dan kepedulian.

Memang dibutuhkan usaha yang tidak sedikit untuk meyakinkan orang-orang di sekitar untuk menanamkan nilai tertentu pada dirinya, tetapi bukan berarti usaha ini mustahil dilakukan. Tahap selanjutnya ketika penyebaran nilai telah dilakukan adalah menjadikan nilai tersebut suatu kebiasaan, kebiasaan inilah yang menjadi air bagi tanaman yang baru saja ditanam. Dengan kebiasaan, nilai-nilai akan kokoh terbentuk menjadi suatu budaya. Namun, kebiasaan akan lebih mudah dibangun pada komunitas baru, maka dalam hal ini pemuda dituntut untuk berinovasi membuat pergerakan baru lewat komunitas untuk selanjutnya menerapkan peraturan-peraturan tertentu yang berlaku pada komunitas tersebut. Seperti sudah dikatakan di atas, keadaan kosong dan tak berpenghuni menjadi karakteristik yang cocok untuk sang vegetasi perintis memulai pertumbuhannya; begitu juga dengan pemuda yang akan lebih mudah membuat budaya baru pada suatu komunitas baru karena belum adanya jejak-jejak nilai terdahulu yang mengakar menjadi adat. Bagaimana dengan budaya negatif yang sudah ada sejak dulu? Pemuda tentunya dituntut untuk mampu menyisipkan budaya positif di tengah-tengah kebiasaan kurang baik sampai akhirnya hanya kebiasaan baik yang tersisa.

Identitas dan Prinsip di Garda Terdepan
Ir. Soekarno dalam pidato kemerdekaannya secara tidak langsung berhasil menginisiasi lahirnya sebuah identitas dan prinsip untuk negeri ini. Identitas Indonesia yang dimaksud adalah bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, lambang Garuda, lagu kebangsaan, dsb yang menjadi salah satu tiang penyangga pondasi negeri ini. Identitas dapat menyamakan persepsi setiap orang bahwa kita adalah satu bangsa yang memiliki kesamaan prinsip dan ideologi, bahwa kita adalah individu yang tidak sendiri; muncullah rasa nasionalisme pada setiap individu, maka dari itu kemandirian bangsa akan muncul dari jiwa nasionalis tersebut. Dengan demikian, muncul rasa percaya diri bahwa bangsa ini dapat bersatu untuk mencapai tujuannya tanpa harus meminta iba bangsa lain.

Tertanggal 28 Oktober 1928, diputuskannya ikrar sumpah pemuda menjadi tonggak sejarah penting bangsa Indonesia.
1. Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
2. Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe, bangsa Indonesia.
3. Kami poetra dan poetri Indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Tiga poin yang jika dilihat secara seksama tersebut, ternyata memuat satu bahasan penting, yaitu budaya memegang teguh identitas kebangsaan oleh para pemuda. Kasman Singodimedjo, salah satu dari 13 tokoh sumpah pemuda telah memegang teguh identitas bangsanya sendiri dengan menjadi perintis keberadaan Pramuka di Indonesia. Sebagaimana kita tahu, pendidikan Pramuka mencakup pendidikan nasionalisme bagi para pemuda. Disinilah apresiasi yang tinggi perlu diberikan kepada beliau sebagai perintis budaya kepramukaan yang melahirkan pemuda-pemuda peduli bangsa dan Negara. Maka dengan diikrarkannya sumpah pemuda, diharapkan pemuda di zaman sekarang tidak melupakan esensi dari rasa bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu seperti pemuda dahulu karena pada dasarnya perumusan ikrar pastinya dibuat dengan kajian yang mendalam. Esensi ikrar tersebut pada akhirnya harus mampu mempersatukan bangsa Indonesia menuju kemandirian bangsa. Selain budaya nasionalisme, contoh peristiwa yang patut dikaji berkaitan dengan pemuda sebagai perintis budaya misalnya nasionalisasi perusahaan-perusahaan yang dipegang oleh pihak asing. Dengan esensi ikrar sumpah pemuda, seharusnya sebagai bangsa yang bersatu, Indonesia akan percaya terhadap bangsanya sendiri untuk mengelola perusahaan-perusahaan secara mandiri. Budaya memegang teguh identitas bangsa pada akhirnya diharapkan akan melahirkan pemuda-pemuda yang saling percaya satu sama lain atas dasar persatuan.

Pengkajian Budaya Luar
Suatu hal yang sering terdengar ketika orang-orang ‘mengelu-elukan’ kemajuan bangsa lain dan kebalikannya justru mencela kemunduran bangsa sendiri. Banyak pelajar bahkan mahasiswa masih saja berkomentar keras bahwa Indonesia harus mencontoh negeri lain dengan mengaplikasikan berbagai sistem yang berlaku di sana, seperti sistem pendidikan ataupun ekonominya. Padahal, segala sesuatu yang baik di negeri orang belum tentu baik di negeri sendiri. Latar belakang sejarah, budaya, dan norma yang berlaku di Indonesia menjadi faktor utama yang perlu disesuaikan dengan suatu sistem. Berkaitan dengan hal ini, pemuda memegang peran penting untuk membudayakan kajian pengimplementasian budaya dari luar Indonesia. Budaya yang dimaksud meliputi norma dan nilai, sistem pemerintahan, dan sistem lainnya berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan solutif, segala keputusan yang akan dilakukan akan cenderung pada arah yang benar bukan sekadar ikut-ikutan sistem bangsa lain (pencerminan ketergantungan terhadap Negara lain). Namun, permasalahan di Indonesia adalah terkadang pengkajian terlalu banyak dilakukan sampai mengulur waktu pelaksanaan keputusan sehingga di mata masyarakat, bangsa Indonesia tidak mampu mengefektifkan dan mengefesiensikan waktu. Akibatnya, kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi. Dalam permasalahan di atas, pemuda sebagai generasi mendatang pengganti para pembuat keputusan -yang memengaruhi kemaslahatan masyarakat banyak- dituntut untuk menjadi pribadi yang mampu menyeimbangkan kepentingan pribadi dan golongan. Maksudnya adalah meminimalisasi egoisme pribadi dalam mendiskusikan keputusan.

Pada intinya, pemuda berperan untuk mengkaji budaya dan permasalahan-permasalahan, baik lokal, nasional maupun internasional sebagai referensi untuk merintis suatu budaya yang akan diserap di negeri sendiri. Penyerapan budaya luar tanpa dikaji terlebih dahulu akan berakibat fatal, misalnya saja budaya berpakaian ala barat yang masuk ke Indonesia dikecam oleh beberapa orang; pergantian sistem pendidikan di Indonesia yang tidak stabil melecutkan kritik pedas dari masyarakat; dsb.

Kemandirian bangsa dimulai dari kemandirian pemuda di dalamnya dalam melahirkan suatu budaya. Pemuda sebagai perintis budaya positif melakukan penanaman nilai berdasarkan manfaat dan kebiasaan, mengedepankan identitas dan prinsip bangsa, serta melakukan pengkajian mendalam terhadap budaya luar. Tiga hal di atas adalah poin cara yang dapat dilakukan oleh pemuda untuk menjadi perintis budaya yang akan melahirkan budaya-budaya lain untuk selanjutnya diterapkan pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Penanaman nilai dan manfaat salah satunya dapat membuka mata dan hati orang-orang untuk peduli negerinya; lahirlah suatu nilai yang akan menjadi kebiasaan untuk dilakukan. Berpegang teguh pada identitas dan prinsip bangsa akan melahirkan pemuda yang berjiwa nasionalis untuk melahirkan budaya peduli bangsa dan Negara serta budaya percaya sesama atas dasar persatuan. Kajian yang mendalam akan melahirkan pemuda yang mampu menyaring hal-hal apa yang pantas dijadikan budaya untuk kemajuan negeri ini dan hal apa yang justru berpotensi untuk merusak negeri. Output seperti tumbuhnya kepedulian, jiwa nasionalis, dan saling percaya akan membawa bangsa ini mandiri karena dengan begitu setiap individu bangsa ini dapat menjadi pelopor gerakan-gerakan berbasis kebangsaan. Gerakan berbasis kebangsaan akan menimbulkan rasa percaya diri bahwasanya bangsa Indonesia mampu berdiri sendiri.

Ketiga hal tersebut hanyalah sebagian cara yang dapat dilakukan pemuda sebagai perintis budaya positif. Namun ketiganya merupakan dasar yang dapat dipegang oleh setiap pemuda dalam melakukan tindakannya sehingga tidak salah kaprah mempelopori suatu budaya. Harapannya adalah para pemuda negeri ini berkomitmen untuk melakukan perannya secara maksimal demi kemandirian bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar