Jadi, ceritanya begini.
I was quite a newbie in tobacco control things. Bulan lalu iseng-iseng kirim abstrak tentang tobacco control policy-relevant research bersama adik tingkat yang juga anak farmasi (credits to Intan Dinny, thanks for doing a great job!). Selayang kuesioner online, simple, dan mengacuhkan variable inklusi dan semacamnya saya sebarkan lewat media sosial kemudian dibuat posternya. I was happy knowing that our abstract was accepted to a poster exhibition in Yogyakarta. Tibalah tanggal 19 April, I flew to Yogya for attending the exhibition what so called Indonesian Tobacco Control Research Dissemination Conference and Capacity Building Program. Program ini diadakan oleh MTCC (Muhammadiyah Tobacco Control Center UMY); John Hopkins Bloomberg School of Publich Health, an IGTC; International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases; and National Cancer Institute USA. Well, I just knew such things were actually exist in this world lol.
During the preparation, baik itu kirim biografi, foto, poster, tiket pesawat, panitia selalu menghubungi saya lewat sms dengan kata sapaan ‘Ibu’, biasanya kalau ada kegiatan semacam gini, paling barter saya dihubungi dengan kata sapaan ‘mbak’, tapi kenapa ini ‘ibu’ ya?
So I was wondering why everyone calling me ‘Ibu’, it was answered when I attended the welcoming event. I could barely find students -.-“ Kebanyakan participant adalah aktivis tobacco control (TC) dari komunitas-komunitas TC yang sudah lulus S1 atau sedang mengeyam pendidikan S2, S3; dosen-dosen FISIP, Psikologi, FKM, FK, Farmasi dan rumpun kesehatan lain; orang-orang dinkes, kemenkes, dll yang penelitian tobacco controlnya luar biasa kompleks. Ilmu farmakoekonomi saya mungkin baru 1/1000000nya. I was like “Ok, here we go, jen.”
Berawal dari sarapan pagi bersama roommate yang merupakan dosen muda dari Aceh, rasa penasaran saya dengan acara ini semakin meningkat. Beliau menceritakan penelitian yang beliau lakukan dan berdiskusi sedikit tentang KTR di daerah-daerah yang tidak terimplementasi dengan baik; beliau pun menceritakan penelitian mengenai rokok herbal yang justru bahayanya tidak jauh dengan rokok biasa; kemudian mengenai PHW (pictorial health warning) yang ada di bungkus-bungkus rokok sekarang ternyata memang memengaruhi keinginan orang-orang untuk tidak merokok, namun industry rokok kemudian mengakali PHW tersebut dengan membuat kemasan rokok dalam kaleng yang PHWnya dimasukkan ke dalam kaleng tersebut (duh!).
Sampai pada keynote speech oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany yang merupakan founder JKN, pembawaan sarkasnya yang kadang bikin ketawa buat saya manggut-manggut mendengar berbagai informasi yang beliau sampaikan. Kemudian diskusi panel oleh Steve Tamplin, Jeffrey Drope, dan Mark Parascandola yang tidak kalah menarik. Pertanyaan yang paling menarik muncul di diskusi ini adalah “Can you guys tell us why USA has not yet ratify FCTC?” yup, I just noticed that! Saya tahu ada 9 negara yang belum meratifikasi FCTC (framework tobacco control dari WHO), salah satunya Indonesia dan USA, even USA has not sign yet -.- tapi tiga pembicara di panel diskusi itu American loh. Then they said “It’s political reason, but despite that I believe USA are really eager in conducting tobacco control research activity around the world” ya, sebagaimana teman saya dari FKM UI bilang, “Amerika memang belum ratify, tapi kegiatan tobacco control mereka gila-gilaan” That makes me curious what the political reasons are. Selanjutnya ada presentasi dari Prof. dr. Tjandra Yoga, pihak Puslitbangkes Kemenkes RI yang memberikan informasi-infomrasi up to date mengenai jumlah perokok Indonesia dan data-data terkait lainnya. I was like “Come one Indonesia, can you make an update database for everything in internet just like USA has been doing? It’s a very useful materials instead of making your students create a blog for posting their laboratory report (if you know what I mean). We’re living in Z generation, hurray!” (but eventually I know that CDC has smoking-related database for all countries including Indonesia, which is awesome)
Lunch break saya makan dengan roommate dan partner in crime saya selama conference, lol, Khansa yang juga mahasiswa S1 and her roommate Ibu dari dinas keuangan Indramayu. Diskusi seputar rokok mencuat kembali, Ibu dari Indramayu tersebut menceritakan berbagai hal terkait dana cukai rokok yang tidak boleh dipakai untuk dana pendidikan ataupun dana lain di luar hal yang dapat menguntungkan industri rokok. Rasanya kesal dengar itu -.-
Kegiatan selanjutnya adalah presentasi-presentasi penelitian terkait rokok, berikut judul intinya:
1. Mapping the Indonesia government position in decision making on FCTC ratification
2. Harmonizing international trade policies and right for health protection measures
3. Content analysis of cigarette advertisement in newspaper
4. Economic burden of smoking attributable disease to government health expenditure
5. Warranties and certainty of legal protection of children from cigarette addiction
6. Analysing tobacco control policy initiation through survey on public opinion
7. Monitoring and evaluation of implementation of regional regulation no. 5 year 2008 surabaya
8. Effect of home cigarette smoke exposure to respiratory diseases
9. Monitoring and evaluation PHW
10. Economic impact of smoking : premature mortality cost and YPLL study
When I listened to the first five presentation, I was like “uwow so cooool”. But then I was like “Dang, why you’re not inviting policy maker in this session! This incredibly important for advocacy!’ Well, I don’t know. I guess theyre gonna make things like bank of TC research in bank of advocacy until then policy maker can read them. Hopefully so.
Sesi lain yaitu presentasi dari dr. Hasto Wardoyo yang merupakan Bupati Kulonprogo Yogyakarta. I admire this mayor, he’s such a nice and supportive leader. Daerah Kulonprogo telah sukses mengimplementasi berbagai kebijakan kawasan tanpa rokok berikut pencabutan iklan-iklan rokok. You must know, pendapatan daerah Kulonprogo sebelum dan setelah adanya pencabutan iklan rokok ternyata justru bertambah! How cool! Sebagaimana beliau bilang “Rezeki itu bisa datang dari mana saja”. Beliau pun sedang mengusahakan approach ke Bupati lain di Yogyakarta untuk sama-sama mengimplementasikan kebijakan tobacco control. Semangat pak!
Yah begitulah sekilas kegiatan yang saya ikuti di Yogya kemarin, masih ada hal menarik lainnya. Sayangnya karena ada presentasi tugas dan praktikum saya harus pulang lebih awal padahal acara belum selesai. Di perjalanan menuju airport, saya satu mobil dengan dr. Tara Singh Bam, seorang Nepalian dari the Union. He said hes gonna come to Bandung next week meeting up with Ridwan Kamil to talk about tobacco control. My eyes dilated, yay! Then I told him about K3 policy that has been all over the street regarding its garbage disposing but not the KTR policy. So readers, Bandung kita tercinta ini sudah punya aturan KTR (kawasan tanpa rokok) yang sayangnya masih bergabung dengan kebijakan lainnya di perda K3 No. 11, as you see di jalan-jalan, propaganda buang sampah sembarangan denda 5 juta rupiah itu loh, sampai walkot kita finally urge drivers to have trash can inside their cars, I was happy to know that happened. Silakan baca perda tersebut, you will see how our local government actually already wrote which places are smoke free areas and you’ll see also that the violator will be fined 5 million rupiah as well as garbage disposing violator. Sayangnya aturan tersebut belum sehits aturan buang sampah sembarangan, salah satunya mungkin karena aturan KTR belum difokuskan menjadi perda yang terpisah. This is the content I brought in my very simple research for conference. How can Im not happy hearing that dr. Tara will meet Ridwan Kamil to arrange a tobacco control stuffs! “You know why KTR in your place isn’t implemented well? Because your local government officer smoke, just like other local governments. But I will meet Ridwan Kamil, Bandung needs a separate policy for tobacco control” there he said after telling him a little about what happened in Bandung. Yayness hopefully youll do a great job, sir!
Yah yaudalah, bahaya rokok sih udah mainstream, semua orang juga udah tahu. Sekarang gimana orang-orangnya aja mau aware sama sekitar dan gimana caranya ada political will included, kita mainkan saja dengan kebijakan-kebijakan yang ada termasuk KTR, rising taxes, ratify FCTC, u yeaah. Semangat para policy-maker influencer! :)
Semoga Bandung menjadi daerah selanjutnya yang akan mengimplementasikan KTR sebaik mungkin. Tak lupa harapan besar untuk kampusku tercinta, I realize most of the students in ITB are guys as well as the lecturers -.- come on dudes, I believe youre well-educated enough to know that cigarette’s smoke kills you and others! I will share the update research data to tell you later on. Banyak orang-orang miskin yang kemudian sulit berhenti merokok dan membunuh passive smokers karena tempat kerja mereka terbuka untuk asap rokok, bandingkan dengan orang-orang menengah atau orang-orang kaya yang bisa jadi adiksi rokoknya sama dengan orang-orang miskin namun karena tuntutan tempat kerja yang smoke free area, konsumsi rokok mereka menjadi lebih sedikit. It could applies in campus environment. With KTR policy in my campus being well-implemented, I really hope you smokers can stop slowly, no need to hurry, just think about people around you who smoke your smoke, just think your parent that want you healthy, having kids, and achieve all of your dreams without worrying any diseases. Mungkin belum terasa ya, yaudah tunggu aja, kalau kata kaos GP3nya HMF “Want more information about lung cancer? Keep smoking” :)